Lebaran sudah usai, uang THR sudah menguap tak bersisa, tapi lebaran masih menyisakan cerita-cerita menarik yang layak untuk dikenang dan dijadikan pelajaran.
Adalah seorang teman bercerita usai lebaran pada saya, keluarganya bukanlah orang kaya, ibunya adalah tulang punggung keluarga karena ayahnya sakit-sakitan dan tak mampu bekerja, si ibu berjualan kue-kue serta beberapa hasil kebun disekitar rumah.
Teman saya itu bekerja dan sebagian penghasilnnya juga untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga, tak cukuplah kebutuhan ini itu hanya dari jualan makanan dan hasil kebun yang tak seberapa. Soal memberi pada orang tua, jujur saya sendiri banyak belajar dari teman saya ini.
Jadi kata teman saya kemarin dan masih terngiang-ngiang ditelinga saya sampai saat ini adalah seperti ini :
"Mbak tau nggak, kemarin kami di rampok"
"dirampok piye"
"Biasalah mbak, saudara yang biasanya tu lebaran kemarin datang kerumah, bawa karung sendiri, trus apa-apa yang ada dipohon diambilin dibawa pulang, mamakku sampe mlongo, nggak bisa ngomong apa-apa, padahal itu sudah diarep-arep buat dijual dan dibagi-bagi kakak adik, eh anak sendiri malah dak uman".
Edyaaan, speechless mau ngomong apa, teman saya memang sering nyeritain tentang saudaranya ini yang kalau kerumahnya, tanpa disuru-suru langsung petik-petik apa yang ada di kebon serasa dia aja yang nanem.
Saya jadi teringat hal yang sama saat lebaran kemarin ini juga, saat itu kami kami bersilahturahmi di rumah salah satu saudara. Dihalaman rumahnya ada pohon sesuatu tidak begitu besar dengan buah tak seberapa. Satu orang tengah memanjat dan beberapa lainnya mengumpulkan dibawah dalam dua buah kardus besar, ternyata mereka tamu juga seperti kami. Sulit memaknai yang empunya rumah iklas atau tidak, tapi dari cerita teman saya tadi, saya jadi kepikiran dan berusaha mengingat-ingat ekspresi mereka saat bercerita pada kami, bisa jadi si empunya rumah keberatan, bisa juga tidak, ntahlah.
Misal kita berkunjung kerumah saudara, saat mudik ke kampung, saudara punya taneman ini itu, pohon anu-inu nya berbuah dan bikin ngiler. Mungkin kita perlu juga menimbang-nimbang saat ditawarin ini itu, jangan mentang-mentang ditawarin trus angkut sak karepe, mau bagi-bagi pulak nanti dengan orang se-rt. Menolak pemberian saudara juga tidak baik, nanti di kira sombong, biasanya saudara kita juga seneng banget kalo kita menerima pemberiannya.
Saat kita bertandang kerumah saudara, sudah kebiasaan yang namanya dikampung, apapun yang mereka punya ingin diberikan sama kita, apalagi kadang memang ketemunya juga cuma setaun sekali. Tapi kita sendirilah yang harusnya peka dengan keadaan orang lain.
Semisal gak ditawarin yo mbok dak usah minta, apalagi sampe nedak-nedak kebon tanpa pamit dengan yang empunya. Andaipun diberi, kita juga bisa menolak secara halus seandainya kita lihat keadaanya memang tidak berlebih, biarlah dijual. Cukuplah kita mencicip saja, tidak perlu pulak sampai membawa-bawa.
Trus gimana kalo saudara kita maksain ngasi ini itu, kadang malah langsung dicantelin ato dimasukan ke mobil, ya ambil saja kalo begitu, kalau ditolak mereka justru kecewa. Biar enak hati bisa kasi salam tempel sama anak atau cucunya, jare wong jowo nyangoni.
Curhatan teman ini jujur saja jadi pelajaran berharga bagi saya sendiri, bagaimana denganmu, pernah melihat hal seperti ini?.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung & meninggalkan komentar, tunggu kunjungan balik saya
If you follow my blog, I will do too