everything

Jumat, 15 Januari 2016

Sometimes I am Not Public

Sering  tidak kita memiliki pemikiran yang berbeda dengan kebanyakan orang?, saya kadang merasa begitu. berbeda pemikiran dengan banyak orang memang bakal menuai kontroversi, tapi bagi saya sepanjang yang saya lakukan tidak menyalahi aturan agama, yo wes, lanjut saja, meski kadang memang tidak sesuai kebiasaan pada umumnya. Intinya kalau melakukan hal-hal yang tidak lazim di masyarakat, ya harus cuek bebek kalo-kalo ada yang ngomong ini-itu dan rada bikin sakit hati.

Dulu nech, waktu mau menikah, saya dan suami sepakat untuk tidak mengadakan pesta, cukup menikah di KUA trus malamnya pengajian se RT, wes simple dan tidak ribet, tapi berhubung katanya saya anak perempuan terkecil, belum lagi menikahnya sudah agak telat kalo di kampung saya, mana saya perantau nanti dikira nikah diam-diam karena kenapa-kenapa (gak punya duit maksudnya), trus suami kebetulan PNS (yang mana dikampung saya lumayan keren banget, belum tau kalo baru jadi PNS SK sudah pada sekolah di bank kali ya...hihihi), beberapa kerabat tidak setuju dengan acara sederhana, jadilah tetap dibuat acara pernikahan sebagaimana lazimnya. pemikiran kami dirolak mentah-mentah.

Ketika saya sudah sudah berumah tangga, kebetulan tinggal jauh dari kedua orang tua, baik orang tua saya maupun mertua, maka segala yang kami lakukan adalah murni hasil diskusi saya dengan suami, yang kebetulan juga suami orangnya tidak suka yang namanya ribet-ribet.

Ditempat tinggal kami ini, pada umumnya jika punya anak maka dilaksanakan acara turun mandi, yaitu pemberian nama disertai mencukur rambut, soal waktu pelaksanaan terserah saja, mau baru lahir, umur sebulan atau umur setahun juga ada, biasanya disertai dengan acara marhabanan dan sebagian orang juga mengundang kerabat dan teman-temannya sebagai bentuk tanda bersuka cita mungkin.

Nah ketika anak pertama dan kedua lahir, saya tidak mengikuti kebiasaan itu, saya malah menggunduli sendiri bayi saya bersama suami  saat berumur 7 hari, menimbang rambutnya, menilai dengan harga emas dan membagikan uangnya pada yang membutuhkan tanpa mengadakan ritual apa-apa, pun ketika akikah keduanya, kami sama sekali tidak mengundang orang datang kerumah, hanya membagikan saja semua makanan yang dimasak pada para tetangga, beberapa tetangga sempat mengungkapkan keherannya, jangankan mereka bapak saya saja sempat bilang kami "cah loro kui ora umum", yah saya beri saja argumen bahwa kami tidak ingin ribet. 

Begitulah, sebenarnya kami hanya ingin yang simple-simple saja untuk beberapa hal, meski terkadang menjadi tidak lazim, ora umum alias not public. mungkin juga ada yang bilang kami pelit, saya sih fine-fine saja, pelit iku nek ra tau sedekah yoo. 












4 komentar:

  1. iya memang bagusnya memang gitu, sederhana dan ga mubadzir. klo ngikutin adat yang ada malah jadi banyak utang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. begitulah mbak, saya suka sesuatu yg simple saja....

      Hapus
  2. Wah kalau di rumah saya masih kentel banget yang kaya gitu... ntr kalo gak diikutin orang tua jadi rame.. daripada ramee diikutin aja maunya apa #lelah

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalo masih deket dengan orang tua emang yag begitu2 sulit di hindari...hehehe

      Hapus

Terima kasih sudah berkunjung & meninggalkan komentar, tunggu kunjungan balik saya

If you follow my blog, I will do too