everything

Senin, 22 Agustus 2016

Manasik Haji Anak TK

Pagi ini jadwal manasik anak Tk, bareng pulak sekabupaten Tebo, termasuklah Tk mbak  tata. Pelaksanaan manasik tahun ini diadakan di masjid Al Ittihad, masjid paling gede di Tebo raya yang mana jaraknya sekitar 2 km dari rumah, 5 menit juga nyampe kalo tidak kena macet ato ditilang pak polisi (tadi pagi lupa pake helm, saking buru-burunya dan disuru pulang ma pak polisi ambil helm). Tiap tahun pelaksanaan manasik anak TK ini kabarnya bergantian di 3 tempat yaitu Tebo Tengah, Rimbo Bujang atau Sungai Bengkal. Jadi bisalah saya pergi mengantar mbak Tata, kalau tempatnya di Rimbo Bujang atau Subeng mungkin ya tidak pergi. Plan A, saya pergi dengan 3 anak, jika bapaknya tidak bisa ngantar. Plan B, ayah dan mbak tata saja yang pergi, Plan C, semuanya pergi. 

Oke keputusannya plan B, mbak tata diantar sama ayah saja. Si emak tentu girang bukan main, masalah gegondelan anak di tempat rame gak jadi. Tapi ternyata tadi pagi dapat kabar kalo ada tetangga yang meninggal, si ayah akan pergi takziah, jadilah plan C terlaksana, berangkatlah kami berlima dengan persiapan agak terburu-buru karena perubahan rencana.

Dijalan masih sempat berdebat, karena dress codenya adalah baju putih. Saya pakai baju putih rok agak biru, trus alasan "kan ibu betul, PAKAI BAJU PUTIH", menjunjung tinggi pasal ibu-ibu selalu benar. Sampai di masjid, suasana sudah cukup rame, halaman masjid sudah memutih, suami langsung balik kanan, saya gegondelan clingak-clinguk nyari-nyari rombongan TK mbak. Begitu ketemu rombongannya langsung dapat syal batik hijau dan tanda pengenal yang harus diisi nama. Tiada pena pensil alispun jadi, walau jarang mengukir alis, untungnya di tas kok ya nyempil pensil alis.

Kelar ngukir nama tata dan pasang syal, lanjut fotoin  dengan alya, trus titipin sama gurunya, beres. Saya dan beberapa ibu nyari tempat yang agak teduh, bising pengeras suara memberi himbauan macam-macam, mulai dari ibu-ibu yang harus meninggalkan anaknya di lapangan sampai himbauan agar tidak memarkir kendaraan sembarangan bikin todi rewel. Duduk-duduklah kami di pinggiran selasar masjid sambil memantau keadaan sekitar, ada yang ngobrol-ngobrol, foto-foto anak dari kejauhan, benerin jilbab yang miring, benerin bedak lipstik yang mulai pudar. 

Kalo sudah rame-rame gini ada saja kejadian yang aneh-aneh. Tulisan Sandal/sepatu harus dilepas tertera di beberapa tempat, tapi masih banyak juga yang dengan cuek wara-wiri pakai sandal. Saya salut dengan seorang ibu yang berulangkali meneriaki orang-orang yang sandalnya tidak dilepas. Kebetulan suara ibu ini cukup keras, ada yang lantas mundur dan membuka sendalnya, ada yang bermuka masam, ada yang tersipu malu. Ada yang sambil grundelan tetap tidak mencopot sendal/sepatunya, hais saya ikut gemes ngeliatnya. Saya sendiri hanya mengingatkan orang yang lewat didekat saya, belum seberani ibu tadi yang lantang berteriak mengingtarkan orang-orang yang tidak tau atau tidak mau tau ini. Ah susahnya untuk tertib ditengah keramain begini. Entah kenapa saya suka pusing dan takut jika berada dikeramain seperti ini.

Belum mulai acara yang dihadiri oleh Bapak Bupati Tebo saya sudah pulang, sementara orang terus berdatangan memenuhi area masjid dari tk-tk yang lokasinya jauh. Manasik rame gini memang seru, tapi swear saya yang jam 9 dah nyampe rumah, kaki pegel kayak baru lari 5 km. Kejadian selanjutnya wes mboh ra weruh.

















Sabtu, 13 Agustus 2016

Pak Guru Dasrul

Kejadian yang menimpa Pak Dasrul, salah satu guru SMK di makassar mestinya tidak perlu terjadi. Saya mengalami menjadi murid, menjadi guru dan saat ini menjadi orang tua murid. Menjadi guru itu sungguh tidak mudah, mengajar  28 - 32 siswa dalam satu kelas, dengan karakter, tingkat kenakalan, tingkat kepandaian yang berbeda-beda tentu sangatlah ribet. Jangan bilang suasana kelas bisa anteng sepanjang 2 atau 3 jam pelajaran. Secara teori guru menerangkan anak menyimak, siswa bertanya guru menjawab, guru memberi latihan lantas anak mengerjakan sambil duduk manis. teorinya sih gitu, tapi pada kenyataannya kan tidak. 

Saat guru  menerangkan didepan kelas bisa jadi hanya setengah isi kelas yang serius memperhatikan, ada yang keliatannya mencatat padahal malah bikin-bikin gambar atau surat-suratan, ada yang sepertinya merhatiin serius sampe ndomblong padahal ngayal, ada yang berbisik-bisik dengan teman sebangku, ada yang colek-colekan kaki, ada yang sesekali ngelempar kertas saat guru nulis di papan dan masih banyak aktifitas lainnya. Ah dasar gurunya tidak bisa memanagemen kelas!, yo wes sekali-kali coba diam-diam kesekolah intip anaknya lagi apa, lah wong punya anak 3 saja dirumah sering emosi dan gedabikan. Lah kan sudah menjadi tugas guru? iya, tapi tugas orang tua juga kan mendidik anaknya, lah wong disekolah cuma dari jam 8 mpe jam 2. Jujurlah kita semua pernah jadi siswa, apakah kita semua siswa yang manis di kelas?.

Jika ada siswa yang dimarahi guru, lantas mengadu pada orangtuanya, si orang tua tak terima, kemudian datang kesekolah dan memukuli gurunya, menurut saya itu adalah hal yang sungguh keterlaluan, orang tua seharusnya memberi contoh yang baik, orang tua tidak lantas menerima mentah-mentah laporan si anak dan main hakim sendiri. Apa merasa yakin betul sudah memberikan pendidikan yang baik dan benar di rumah. Tindakan preman begitu hanya memuaskan ego sesaat, selanjutnya penyesalan luar biasa yang dirasakan. Belum lagi efek terlalu membela saat anak memang juga salah bukanlah hal yang baik untuk mental anak.

Bisa jadi si guru ada salahnya juga, tapi orang tua dan anak memukul guru hingga berdarah-darah, di dalam lingkungan sekolah pula, miris sekali. Semakin kesini menjadi guru semakin tidak mudah, anak-anak lebih banyak tidak hormatnya kepada guru. Jaman dulu tidak naik kelas itu hal yang biasa, tapi sekarang anak tidak naik kelas guru bisa terancam, sekolah bisa dibakar, raport bisa dirobek-robek didepan guru. Belum lagi pengaruh lingkungan, media sosial serta televisi yang juga sering memberikan informasi atau tontonan yang tidak layak dan samasekali tidak mendidik. Apakah orang tua dirumah sudah memfilter semua itu atau malah tidak tau sama sekali.

Saya masih sering mendengar orang tua berkata begini jika anaknya nakal "apa yang diajarkan gurumu disekolah", seolah-olah kalo anak nakal tugas guru memperbaiki. Anaknya belum juga bisa membaca, "ngapain saja guru mu disekolah",  anak kita sedikit nakal, kurang bisa lancar membaca, kurang mahir menulis, ya kita juga harus ikut mengajari dirumah. Ingat, murid dikelas itu tidak sama kemampuannya, ada yang cepat nangkap ada yang tidak, diajarkan berulang-ulang yang sudah bisa malah bosan, sementara guru juga dibatasi oleh waktu dalam mengajar.

Kejadian yang menimpa pak Dasrul bukan sekali ini saja, sudah sering terjadi, bahkan belum lama ini seorang mahasiswa tega menikam berkali-kali hingga nyawanya tidak tertolong. Bukankah hal semacam ini sangat mengerikan bagi para guru, pekerjaan yang sangat mulia, mendidik yang tidak bisa menjadi bisa, yang tidak tau menjadi tau, mendidik manusia menjadi lebih berkualitas dan lebih bermartabat. Saya sampai sering bilang gini kesuami, "hati-hati menghadapi anak-anak yah, jaman sekarang anak suka kelewatan". Semoga kejadian yang menimpa pak Dasrul tidak terulang lagi dimanapun, semoga para guru mendidik dengan hati nurani, orang tua lebih bijak menghadapi permasalahan anak, untuk menghasilkan generasi yang lebih baik.







Rabu, 10 Agustus 2016

Tentang Full Day School

Bolehlah berpendapat tentang hal yang lagi rame diberita-berita itu yaitu Full Day School ya, versi mamak-mamak yang anaknya mulai sekolah, dari yang saya baca, pak mentri mengungkapkan 3 alasan wacana full day school ini yaitu:

1. Tidak ada mata pelajaran, menurut pak mentri full day scool ini pemberian jam tambahan, jadi yang akan dilakukan adalah kegiatan ekstrakurikuler yang meliputi 18 karakter seperti jujur, tolerasi, disiplin, cinta tanah air dan sebagainya, bisa jadi semacam pramuka, keterampilan, kesenian atau olahraga.

2. Orang tua bisa jemput anak ke sekolah, nah ini terutama buat anak-anak yang kedua orang tuanya bekerja dari pagi hingga sore, sehingga sekalian bisa menjemput anak disekolah. tapi untk yang orang tuanya fleksible pekerjaannya, bisa jadi menjemput anak sekolah kapan saja tidak masalah.

3. Membantu sertifikasi guru, sejak adanya sertifikasi ini memang dibeberapa sekolah kekurangan jam dan menimbulkan banyak pro dan kontra, di satu sisi menambah pendapatan guru disisi lain ada target jam yang harus dipenuhi, hal ini menyebabkan beberap guru mengajar di 2 sekolah atau lebih untuk memenuhi tuntutan mengajar 24 jam. Hal itu juga jadi pertanyaan kiranya efektifkah mengajar di banyak sekolah apalagi sekolahnya jauh-jauh, takutnya si guru sudah kecapean dan sudah tidak konsentrasi mengajar, siswa juga yang dirugikan. Nah full day school ini akan bisa menjadi solusi.

Kalo pendapat saya pribadi sih setuju dengan adanya sekolah semacam ini, tapi pastinya tidak bisa serta-merta diberlakukan juga kan?. Banyak yang perlu dipersiapkan, sekolah yang menerapkan full day school kan harus punya fasilitas yang lengkap, kantin, mushola,  wc, sarana-sarana yang mendukung kegiatan ekstra kurikuler seperti lapangan olahraga, peralatan olah raga, peralatan musik dan masih banyak lagi.

Belum lagi ketersedian gurunya, apakah nanti guru-gurunya tidak keberatan disekolah hingga sore, kalau guru perempuan kan juga harus mengurus anak dan rumah, kalau guru laki-laki juga biasanya istrinya agak keberatan kalau sering-sering sampai sore disekolah (nah itu saya banget). Tidak mudahlah menerapkan full day school ini menurut saya.

Dari sisi kemampuan siswa dan orang tua siswa juga banyak hal yang dipertimbangkan, dengan full day school ini pasti akan menambah banyak biaya, misal untuk makan dan minum, membeli peralatan dan perlengkapan kegiatan ekstra tadi, pengeluaran bertambah, apakah semua mampu?. Apakah anaknya juga mampu mengikuti kegiatan sebanyak itu, bagaimana dengan yang fisiknya lemah, apakah istirahat disekolahnya cukup, sementara kayak anak saya kalau tidur siang sampai 2 atau 3 jam.

Sekarang kan juga banyak sekolah model-model gini, yang pulangnya sampai sore, jadi terserah kedua orang tuanya serta menimbang kemampuan anak akan di masukan kesekolah mana, kalau anaknya mau dan orangtuanya mampu ya tidak apa, yang pentinga tidak memaksa. Tersedia bermacam jenis sekolah kan menguntungkan kita, jadi kita juga bisa memilih yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan.

Sebagai ibu rumah tangga yang sering kerepotan dirumah, rasanya full day school ini lumayan membantu dalam bayangan saya, kan saya bisa mengerjakan banyak hal saat anak disekolah, gak kuatir anak akan keluyuran, main game, disekolah juga bisa bermain dengan teman-temannya sambil melakukan kegiatan-kegiatan yang positif  dan asyik, asal jangan dijejali pelajaran wajib kayak matematika atau IPA seharian.

Lah terus saya setuju apa tidak? setuju dan tidak setuju, ora jelas banget kan? Emboh lah, kalau saya semangat empat lima berkomentar gini ke my bojo, jawabnya sungguh nyebelin, "ibuk tuh gak usah mikirin yang kayak gini, banyak kok orang pinter-pinter di negeri ini, mending ibuk mikir gimana rak tipi gak berdebu" hya... selalu koyok ngono.


sumber : https://nasional.tempo.co/read/news/2016/08/10/079794640/3-alasan-menteri-muhadjir-full-day-school-akan-menyenangkan

Sabtu, 06 Agustus 2016

Tentang Perawatan Wajah

Perlu kah perawatan wajah?, bagi saya perlu, apalagi sedari remaja kulit wajah saya yang tergolong jenis berminyak sudah sering jerawatan. Pori diwajah saya cukup besar ditambah lagi luka bekas jerawat jaman dahulu yang bikin muka tidak bisa halus.

Jaman masih remaja dulu, perawatan wajah saya cuma bersihin muka malam dan pagi, itupun tidak tiap hari, trus pake kream siang dan malam, waktu itu pakai kream siang malam tull jye, rekomendasi seorang teman yang kasusnya kayak saya, kulitnya berjerawat dan lumayan berkurang. Waktu itu juga tidak mikirin krimnya gimana2, yang jelas iklanya ada, itu sudah meyakinkan kalo aman.

Cukup loyal saya menggunakan tull jye karena kulit yang mudah jerawatan itu membuat saya mikir kalau mau ganti-ganti krim wajah, padahal banyak beredar krim-krim wajah yang menghasilkan wajah yang lebih putih. Sampai suatu masa, saya merasa kulit saya biasa-biasa saja, padahal dulunya pakai tull jye berasa cantik sedunia, hihihi. Bisa jadi faktor U yaa, sehingga bedak ini sudah tidak sanggup bikin cling muka saya yang kulitnya mulai menua.

Sempat juga beli paket aging Biokos, pakai kream siang, krim malam dan serum, awalnya lumayan, hampir setahun biasa-biasa saja. Terakhir ini saya kembali pakai perawatan wajah dari klinik medisa, sudah hampir 2 tahun ini, berhenti waktu hamil, begitu melahirkan mulai pakai lagi hingga sekarang.

Jika ditanya apa hasilnya memuaskan, bagi saya sih lumayan dari pada tidak pakai bedak, bikin putih juga tidak, yang penting tidak terlalu kusam saja. Iklas saja diumur segini memang kelihatannya tidak akan mendapatkan kulit wajah seperti jaman kuliah atau waktu dibawah 30 tahun. Tapi bertemu beberapa orang yang jauh lebih muda dan flek hitamnya sangat banyak membuat saya mampu bersyukur. 

Seperlu-perlunya perawatan wajah bagi saya, budget adalah hal utama yang akan menentukan produk yang saya gunakan,  sebagus apapun testimoni maupun promosi produk tertentu kalau harganya diluar jangkauan saya, tidak akan saya beli. Namanya juga perawatan, harus kontinyu, kalau sekarang bisa beli, trus besok-besoknya tidak bisa beli lagi atau budget perawatan bikin kantong melompong sampe ngurangin jatah belanja lainnya, saya sih dadah-dadah cantik. Lagian apalah saya ini, kok wani-wanine crito perawatan wajah...