everything

Kamis, 29 September 2016

KPO 2 : Pola Asuh Anak

Hari sabtu kemarin, pertemuan kedua KPO alias Kumpulan Pertemuan Orang tua murid di sekolah Tata untuk yang kedua kalinya. Tk anak saya ini memang dari awal berkomitmen mengadakan pertemuan orang tua murid sekali sebulan, semacam kegiatan parenting gitu (opo kui). Tujuannya adalah agar apa yang diajarkan di sekolah selaras dengan apa yang diajarkan di rumah, dalam pertemuan ini juga akan diberikan materi-materi parenting yang nantinya bisa diterapkan dalam kegiatan sehari-hari. 

Meski acara KPO ini sebenarnya untuk orang tua murid alias ibu dan ayah, tapi sungguh heran yang datang semuanya perempuan, seandainya ada bapak-bapak yang datang saya rasa langsung balik kanan karena tidak sanggup berada diantara para ibu-ibu yang heboh ini. Semestinya menghadiri acara seperti ini memang suami istri, karena pengasuhan serta pendidikan anak dirumah kan juga melibatkan suami istri, tapi apalah daya para bapak sibuk bekerja. Tertera disurat undang jam 08.00 WIB, tapi acara baru di mulai pada pukul 09.00, biasalah ya gak usah dibahas.

Materi  disampaikan oleh ibu Eli Maryani dengan topik pola asuh anak, pola asuh yang dipaparkan kali ini adalah

1. Pola Asuh Permisif
Pola asuh ini sering juga disebut pola pemanja, pola asuh ini biasanya memberikan pengawasan yang sangat longgar, anak diberi kesempatan untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan, sedikit memberi bimbingan, cenderung membiarkan apa maunya anak. pola asuh seperti ini kebanyakan sangat disukai anak-anak. Contohnya : terserahlah manjat-manjat, nanti kalau jatuhkan tau rasa atau terserahlah mau main game, yang penting dak nangis.

2. Pola Asuh Otoriter
Kebalikan dari pola asuh permisif, pola asuh ini cenderung menetapkan standar mutlak yang harus dipenuhi, biasanya disertai dengan ancaman. Misalnya awas ya kalau tidak mau mandi, nanti tidak ibu ajak pergi, Awas ya kalau tugasnya tidak selesai nanti tidak ibu beri uang jajan. Orang tua tipe ini biasanya juga tidak segan memberikan hukuman, komunikasi hanya satu arah tanpa mau mendengarkan apa maunya anak..

3. Pola Asuh Demokratis
pola asuh ini memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua tipe ini biasanya bersikap rasional, selalu mendasari tindakan dengan pemikiran-pemikiran. Realistis dengan kemampuan anak,tidak berharap berlebihan yang melampau kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan memilih kepada anak dalam melakukan suatu tindakan, tentu dengan diberikan pemahaman yang masuk akal.

Ketiga pola asuh ini juga punya sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Pola asuh demokratis  biasanya menghasilkan anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal yang baru serta kooperatif terhadap orang lain.

Pola asuh otoriter akan menghasilkan  karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri, pemalu dan tidak percaya diri untuk mencoba hal baru. 

Pola asuh permisif akan menghasilkan karakter anak yang impulsif, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri dan kurang matang secara sosial.

Saat dijelaskan mengenai macam-macam pola asuh ini disertai dengan contoh-contahnya, kebanyakan dari kami senyum-senyum sendiri hingga terkikik geli, miris dan merasa bersalah, karena kebanyakan dari kami ya pola asuhnya kalo tidak otoriter ya permisif. Padahal pola asuh yang baik adalah pola asuh demokratis, dimana pola asuh ini tidak melanggar hak anak maupun hak orang tua. 

Dari penjelasan itu saya jadi tau pola asuh apa yang selama ini saya terapkan kepada ketiga anak saya. Karakter anak kita saat ini juga menunjukan bagaimana pola asuh kita selama ini. Hayo, kita perbaiki mana yang jelek #lecutdirisendiri. Dalam pertemuan ini juga diadakan sesi tanya jawab. Sayapun berkesempatan bertanya mengenai Tata yang hobinya bercerita apa saja kepada semua orang. Menurut ibu eli, hal itu tidak jadi masalah, hanya saya sebagai orang tua harus berhati-hati saat bercerita, jangan sampai hal-hal yang tidak patut diketahui anak, didengarnya dan diceritakan pada teman-temannya.

Sesi terakhir sudah kacau, karena anak-anak sudah pulang, beberapa ibu satu persatu meninggalkan tempat meskipun acara belum selesai. Pertemuan hari ini cukup menarik dan sangat bermanfaat, semoga pertemuan bulan depan lebih oke.




Sabtu, 24 September 2016

Simpel alias Simpanan Pelajar

Ceritanya kemarin my bojo bawa setumpuk kertas yang diletakan diatas lemari di rumah, setelah saya bolak-balik ternyata adalah formulir  tabungan Bank Jambi terjadilah dialog dengan my bojo :

me :  formulir tabungan nech yah, semua siswa kudu nabung?

my bojo : iya

me : tapi kan kasian yah, nyimpan duit di bank kan dikenai biaya ini-itu, apalagi masih anak sekolahan, manalah tabungannya banyak, jangan-jangan nanti kalo gak nabung habis sendiri uangnnya.

my bojo : beda bu, ini simpel, simpanan pelajar, tidak dikenai biaya ini itu, anu inu, jadi cuma kayak celengan dirumah,  cuma bedanya ini di bank, berlaku sampai umur 17 tahun

me : ooooo, gitu, bagus juga ini

Dialog diatas mengingatkan saya tentang bagaimana saya mulai menabung dulu. Saya menabung di bank sejak masih SMP, Bank Bumi daya namanya (sekarang dah jadi Mandiri), waktu itu siswa ngumpulin duit sama salah satu guru, kemudian si guru yang menyetorkannya ke bank. Gembiranya minta ampun, masih smp sudah punya buku tabungan, meskipun jumlah saldonya gak seberapa, yang penting punya buku tabungan dan nabung di bank, berasa paling keren, hahaha. Eh saya nabung itu dari ngumpulin duit dikit-dikit, menghemat uang jajan yang gak seberapa (jaman dulu saya gak jajan tiap hari kayak anak SMP jaman sekarang ya). Duit jual kambing,  dulu itu saya punya kambing yang dipelihara sama orang lain kalo dijual duitnya saya tabung, trus duit kalau lebaran dikasi sama sodara-sodara.

Saya lupa sampai kapan nabung di Bank Bumi Daya itu, yang jelas saat tutup rekening, saya bisa beli mesin tik, merek olimpic atau olimpia gitu.  Wuah keren banget rasanya saat itu, writer wanna be pokoke, dalam otak, mesin tik bisa buat cari duit, bikin cerita trus kirim ke majalah (but you know, gak satupun yang di terima hahaha). Intinya saya jadi suka nabung, karena dengan nabung alias ngumpulin duit dikit-dikit itu, saya bisa membeli barang yang kayaknya tidak mungkin saya beli pada waktu itu.

Menabung itu ternyata memang sangat penting diajarkan sedini mungkin, beda dengan jaman dulu yang... ya Alloh betapa sulitnya uang. Anak-anak sekarang relatif sangat mudah mendapat uang, bahkan ada ibu-ibu yang cerita beliau menghabiskan uang sekitar 50 ribu sehari hanya untuk jajan anaknya yang masih satu orang masih berum 4-5 tahun, bayangkan itu bisa buat beli lauk sehari kalo masak sendiri. Jajan anak-anak sekolah masa kinipun lumayan besar, belum lagi saat hari lebaran anak-anak sering dapat THR yang lumayan banyak. Kalau tidak diajarkan untuk menyisihkan uang, bisa-bisa semua uang yang mereka dapatkan dihabiskan untuk hal-hal yang tidak penting.

Kenapa sangat penting mengajarkan menabung sejak dini?, karena menabung itu ya banyak manfaatnya, diantaranya :

1. Belajar menghargai uang
Dengan menabung anak jadi tau betapa susahnya  dan lamanya mengumpulkan uang. Anak jadi tau bahwa uangnya yang dikumpulkan dari sedikit itu bisa menjadi banyak, sehingga mereka akan menghargai uang meskipun jumlahnya kecil.

2. Belajar mengatur uang sendiri
Anak akan belajar mengatur uang sendiri, jika ia mendapat uang jajan atau lainnya, maka ia kan belajar mengatur berapa banyak yang akan ditabung, berapa banyak yang akan dibelikan ini itu.

3. Belajar perencanaan keuangan
Anak-anak kadang memiliki keingin sendiri yang tidak bisa dipenuhi seketika oleh orangtuanya, misalkan ingin beli sepeda. Untuk orang tua yang punya uang, tinggal minta mungkin langsung diberikan, tidak demikian dengan sebagian anak, mereka harus menyimpan dan mengumpulkan dulu uangnya agar bisa memiliki suatu barang. Orang tua yang banyak uang juga menerapkan cara ini lebih bagus. Jadi ketika menginginkan sesuatu, anak bisa merencanakan sendiri dan dengan uangnya sendiri.

4. Motivasi untuk hemat
Menabung juga mengajari anak untuk hemat, jika ia hemat maka jumlah tabungannya akan semakin banyak, demikian juga sebaliknya.

5. Belajar disiplin
Menabung itu melatih disiplin, semakin rajin, semakin sering, maka akan semakin banyak jumlah tabungan yang bisa dimiliki.

Nah banyak sekali kan manfaat menabung, karena itu ayo kita ajarkan menabung sesegera mungkin pada anak kita, apalagi sekarang sudah ada simpel, alias simpanan pelajar. Percayalah bagi anak-anak punya buku tabungan itu keren, punya buku tabungan waktu masih kecil tuh bangganya minta ampun loh #saya. Apalagi pas pergi ke bank, duile senangnya berasa setara dengan orang dewasa yang bawa duit segambreng. 

Simpel ini adalah program terbaru otoritas jasa keuangan yang menjawab hal itu. Simpel ini kan juga cuma kayak menabung dirumah, tidak berbeda dengan celengan, tidak dikenai biaya dan bunga. Bank yang memasarkan produk ini juga banyak, ada bank konvensional  seperto bank Mandiri, BCA, BRI, BNI, BPD jatim, BPD kalimantan Selatan, BPD NTB, BPD Sumselbabel, BTN, Bank Permata, Bank Panin. BPD Jambi, BPD Jabar, BPD Banten,  maupun Bank Syariah seperti : mandiri Syariah, BRI Syariah, BCA Syariah, BNI Syariah, Bank Viktoria Syariah, Bnak Bukopin Syariah dan lainnya. Tinggal pilih bank yang terdekat saja, kalau di Tebo sih yang gencar ya Bank Jambi, mereka langsung sosialisasi kesekolah-sekolah. 



sumber : 
1. http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/tips/16/04/26/o67zgr328-5-manfaat-menabung-untuk-anak
2. https://www.cermati.com/artikel/tabungan-simpel-produk-tepat-untuk-mengajari-anak-mengelola-keuangan

Senin, 05 September 2016

Cerita Tata Di Sekolah

Sudah hampir 2 bulan Tata sekolah di TK, ada beberapa hal lucu, unik, membanggakan tapi juga ada yang ngeselin dan bikin sebel. Saya memang tidak bisa menunggui Tata selama dia disekolah, pokoknya yang antar ayah, ibu yang jemput, wes gitu, paling juga kalo lagi senggang saya jemput lebih awal jadi bisa juga ikut ngobrol-ngobrol dengan guru atau ibu-ibu yang menunggui anaknya dari datang sampai pulang.

Kelakuan Tata di sekolah tentu saja saya dapat dari cerita ibu-ibu yang menunggui anaknya tadi, soalnya merekalah yang sempat melihat bagaimana kegiatan Tata dari mulai datang hingga pulang.

Ibu A, teman kelas sebelah Tata bilang, kalau yang sering datang duluan ya Tata dan si A, kalau si A sih ibunya nungguin, jadi kalau Tata datang lebih dulu maka dia akan bilang gini sambil tersenyum lebar " terlambat ya....", (bisa saya bayangkan mukanya yg jenaka sambil tersenyum girang penuh kemenangan).

Nah kalau si A dan ibunya yang duluan, trus ibu si A bakal membalas " Tata terlambat ya...?", maka Tata akan langsung merengut, merasa kalah barangkali.

Beberapa kali saya datang menjemput lebih awal, saya sempatkan untuk melihat keranjang hasil kegiatan belajar Tata, saya menemukan dia tidak selesai menebalkan huruf a, dari satu halaman yang dikerjakan hanya 3 baris. Sampai di rumah langsung saya nasehatin supaya kalau ada latihan harus diselesaikan lebih dahulu, baru kemudian ngobrol. Ya, saya tau kalau Tata suka banget bercerita alias ngobrol dimanapun, kapanpun dengan siapapun bahkan yang baru dikenalnya. 

Besoknya lagi, tiap pulang sekolah tidak perlu saya tanya, maka dia akan bilang kalo latihannya selesai dan sudah diponten sama bu guru. Ketika saya cek lagi buku latihannya, ternyata memang selesai. Kemarin saya datang lebih awal waktu menjemput, saat saya intip, dia sedang asyik ngobrol dengan temannya, saya kode supaya dia mengerjakan latihannya dan dia menunjukan kalo latihannya sudah selesai, sudah pula diparaf sama bu guru. Alhamdulilah.

Tapi ada juga yang bikin saya kudu ekstra sabar menghadapi, tiap bulan Tata dapat jatah satu majalah yang jadi tugas untuk diselesaikan di rumah diantaranya mewarnai, menebalkan huruf, menghitung benda dalam gambar, membaca ayat pendek, memasangkan gambar dengan tulisan nama benda dan bla-bla.

Tata ini susah sekali disuru menyelesaikan tugasnya, ada saja alasannya, yang mau makan roti lah, yang mau BAB lah, yang mau main dengan adek lah, yang mau menggambar dipapan tulislah, yang mau minumlah. Haduh saya cuma bisa grundelan dalam hati, gregetan minta ampun wong cuma kayak gitu saja kok dak kelar-kelar.

Waktu jemput saya kembali nanya-nanya para ibu-ibu, ibu si A bilang kalau si A sudah menyelesaikan seluruh gambar yang harus diwarnai dimajalah itu dalam sehari saja, wow!. Kata ibunya, A sampai gak tidur-tidur saking semangatnya harus selesai. Hais, saya langsung baper dong. kok males banget anak saya.Ibu si B bilang kalau anaknya sering manggilin teman-temannya buat bantuin menggambar, dia juga males. Nah yang begini saya seneng, Tata ada kawannya. Ibu si C, ibu si D juga sama ceritanya, tugas dirumanya tidak dikerjain juga. Lumayan legalah perasaan mamak ini, bukan tata seorang yang agak males-malesan.

Oh ya gambar si A saya tunjukan ke Tata kalo sudah selesai lembar demi lembar, maksud hati suapaya dia lebih termotivasi untuk menyelesaikan tugasnya. Saya sih tidak menyuruh menyelesaikan sehari kayak si A, tapi minimal tiap hari adalah yang dikerjain sedikit demi sedikit gak pakai alasan segala macam.

Sebenarnya sejak dia sekolah, sudah lumayan kemajuannya, makan sudah lumayan mudah, telur rebus sudah mulai doyan, bahkan minta sendiri, beberapa sayur sudah mulai dicicipi, padahal biasanya bilang gak mau rumput, menulis nama teman-temannya rajin sekali tanpa disuruh. Lagu-lagu yang dinyanyikan disekolah juga diulang-ulang dirumah sambil main sama adeknya.

Tata juga cukup baik dibangunkan pagi hari, gak pernah rewel, mandi masih pake air panas terus, pakai baju dan sepatu sendiri, meski kadang gak bisa ngancingin. Sering malam hari dia sudah menyiapkan mukena, uang jajan serta uang tabunganya, air minum juga disiapkan sendiri. Kurang apa coba...

Yah terkadang memang sebagai mamak-mamak ekspektasi terhadap anak sering berlebihan #saya. Sangat sadar kalau kemampuan anak itu berbeda-beda, tapi tetap juga membandingkan dengan kemampuan anak orang lain,  kalau anak orang lebih bisa dalam suatu hal, sementara anak sendiri gak, langsung agak baper, tapi bapernya gak boleh lama-lama juga sih. Kalo baper biasanya saya tarik nafas yang panjang, trus introspeksi diri, apa sudah melakukan yang terbaik buat anak sehingga menuntut ini itu. Jangan-jangan yang saya lakukan selama ini masih kurang optimal.

Ilmu parenting sih dikit-dikit di baca, tapi suer aplikasinya kok gak segampang teori, apa karena bacanya dikit-dikit ya...